KEARIFAN LOKAL

“Menuju DAD Yang Modern Dan Mandiri Dengan Spirit Kearifan Lokal Dalam Bingkai NKRI" : Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata"(Adil Terhadap Sesama, Hidup Baik Pada Jalan Kebenaran, Taat Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa)

Jumat, 17 April 2015

MoU Kelompok Tani Dayak Misik

Dayak Misik Kalteng Terwujud


Keinginan Kelompok Tani (KT) Dayak Misik Kalteng memberdayakan lahan milik masyarakat untuk tempat berkebun bekerjasama dengan investor, akhirnya perlahan mulai terwujud.
Wartawan: Ika Lelunu/MK
HAL ini terlihat, dari sebuah kegiatan penandatangan Memorandum of Understanding (MoU/kesepakatan bersama) antara KT Dayak Misik Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau dengan investor PT Lambang Agro Internasional terkait upaya pemberdayaan lahan masyarakat untuk tempat berkebun.
Kegiatan penandatanganan MoU tersebut, diselenggarakan di aula pertemuan lantai III, gedung Pusat Pelayanan dan Pembinaan Kristen Kalteng, Rabu (8/4). Di mana kegiatan itu, disaksikan langsung Ketua Forum Koordinasi Dayak Misik Siun Jarias dan Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng, Sabran Ahmad.
Adapun desa yang masuk dalam KT Dayak Misik tersebut, yaitu desa Goha, Pahawan, Kasali, Tambak, Rawang, Hanua, Hurung, Lawang Uru, Manen Kaleka dan Manen Panduran, Kecamatan Banama Tingang, Kabupaten Pulang Pisau (Pulpis).
Ketua Forum KT Dayak Misik Siun Jarias, mengatakan, sudah kedua kali MoU dengan investor dilakukan. Untuk itu diharapkan Siun Jarias, penjajakan yang sudah dilakukan tersebut lebih serius, sehingga kerjasama yang dilakukan dapat saling memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak.
Dijelaskannya, dalam program Dayak Misik setidaknya ada 600 desa yang harus terdaftar. Sedangkan saat ini, sudah lebih 500 desa yang terdaftar di Forum Koordinasi Dayak Misik.
“Kita bersyukur, pemerintah pusat merespon keinginan masyarakat adat, karena lahan untuk masyarakat sudah dimasukkan dalam tata ruang wilayah. Keinginan Dayak Misik agar diberikan lahan 5 hektar per Kepala keluarga (KK), telah mendapat perhatian pemerintah,” ujarnya.
Siun menegaskan, melalui KT Dayak Misik, saatnya masyarakat adat meminta ke negara untuk memperoleh hak-hak adat atas tanah. Namun diingatkan, lahan yang diberikan tidak untuk dirusak tetapi untuk dijaga, sehingga tetap bisa produktif untuk peningkatan ekonomi masyarakat.
Sementara itu, Ketua DAD Kalteng Sabran Ahmad, menyampaikan rasa terima kasih atas kepedulian pihak investor yang mau menjajaki kerja sama dengan KT Dayak Misik. Itu merupakan sejarah bagi masyarakat Kalteng, dimana ada investor yang benar-benar mau melakukan kerjasama demi kesejahteraan masyarakat.
Selanjutya mewakili investor, yakni Direktur PT Lambang Agro Internasional Sutrisno, mengatakan, perusahaannya yang bergerak di bidang perkebunan dan pabrik sabun ingin mencoba menjajaki kerjasama dengan KT Dayak Misik.
Bahkan, ia merasa kagum dan tidak menyangka banyak yang datang dalam pertemuan itu. Selain itu, Program Dayak Misik sendiri dikatakan sudah sebulan masuk ke kantor perusahaan dan sudah pelajari.
“Saya merasa kagum, karena sering terjadi investor datang tidak disambut dengan baik oleh masyarakat. Berbeda dengan sekarang ini, kami malah diundang untuk kerjasama,” tuturnya.
Sutrisno menyebutkan, kerja sama yang nanti dilakukan dalam tahapan penggarapan, seperti komuditas sawit, jagung dan lainnya apa yang cocok ditanam di lahan masyarakat tersebut. Sehingga dengan kerja sama yang dilakukan, diharapkan memberikan kesejahteraan masyarakat setempat. (ika)



Sumber: www.optimaintermedia.com


http://www.mediakalimantan.com/artikel-3762-dayak-misik-kalteng-terwujud.html#ixzz3XYUjXAV0

HADAT 1894 DASAR HUKUM ADAT DAYAK

Sesuai amanat yang tertuang dalam Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, secara jelas ditegaskan maksud dan tujuan dari keberadaannya sebagaimana dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

(1)   Maksud pengaturan Kelembagaan Adat Dayak dalam Peraturan Daerah ini adalah untuk mendorong upaya pemberdayaan Lembaga Adat Dayak agar mampu membangun karakter Masyarakat Adat Dayak melalui upaya pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan menegakkan hukum adat  dalam  masyarakat demi mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, menunjang kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan dan kelangsungan pembangunan serta meningkatkan Ketahanan Nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)   Tujuannya adalah agar upaya pemberdayaan Lembaga Adat Dayak mampu mendorong, menunjang dan meningkatkan partisipasi Masyarakat Adat Dayak guna kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan masyarakat di daerah, terutama di desa/kelurahan sehingga Masyarakat Adat Dayak setempat merasa dihargai secara utuh sehingga terpanggil untuk turut serta bertanggung jawab atas rasa keadilan, kesejahteraan dan kedamaian hidup masyarakat dan lingkungannya.

Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 telah melahirkan kesepakatan, diantaranya Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah, yang terdiri dari 96 Pasal. Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 tersebut, disepakati dalam rapat MADN/DAD bulan April 2014 sebagai Dasar segala Hukum Adat Dayak, dan disingkat HADAT 1894, karena ditulis dan dibukukan berdasarkan hasil perumusan dan kesepakatan seluruh perwakilan Suku Dayak dari seluruh pulau Borneo. Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) tersebut, bukan berarti meniadakan keberadaan Hukum Adat Dayak lainnya, baik yang telah  tertulis maupun yang belum tertulis, tetapi justru menjadi kekuatan hukum dan memberi jaminan bagi seluruh Hukum-Hukum Adat Dayak untuk disempurnakan, dilengkapi atau dipadu-serasikan dengan pasal/ayat dalam Hukum Adat lainnya, dan untuk diberlakukan dengan konsekuen. Keberadaan Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) beserta turunannya, bagaimanapun harus mendapat pengakuan dari Negara dan Pemerintah, karena hukum Negara atau Hukum Positif pasti bersumber dari keberadaan Hukum Adat.

 Dalam perkembangannya, HADAT 1894 tersebut belum banyak diketahui oleh generasi Dayak berikutnya, karena keterbatasan ketersediaan penggandaan buku HADAT 1894 tersebut, keterbatasan publikasi dan kurangnya sosialisasi. Oleh  karena itu, sesuai dengan roh PERDA Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, maka HADAT 1894 sangat perlu dan harus dipublikasikan secara luas hingga ke tingkat Internasional, agar keberadaan Hukum Adat Dayak yang telah disusun setengah abad sebelum Indonesia merdeka, menjadi fakta sejarah sangat berharga bahwa suku Dayak mengedepankan adat istiadat sebagai aturan dan ketentuan hidup bermasyarakat. Pelanggaran terhadap adat-istiadat dan aturan hidup bermasyarakat yang diformulasi menjadi Hukum Adat tersebut, betul-betul dijadikan Panglima dalam penyelesaian konflik dan proses perdamaian yang terkait dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai masyarakat adat Dayak.
Memperhatikan bahwa pelaksanaan tatacara dan narasi dalam prosesi pelaksanaan Hukum Adat untuk kasus yang berbeda hanya mengandalkan pengetahuan, pengalaman dan ingatan, serta sangat tergantung kepada kemampuan individu para tokoh-tokoh tua atau generasi yang secara alami memiliki talenta, maka saatnya seluruh Kelembagaan Adat Dayak yang ada (termasuk MB-AHK) untuk bersinergi, menyusun dan menyepakati suatu pedoman khusus tentang pelaksanaan Hukum Adat, yaitu (1) tingkatan kelembagaan adat dalam penyelesaian permasalahan adat,  (2) prosedur dan tahapan pelayanan Hak-hak Adat, (3) prosedur dan tahapan pelaksanaan sidang atau peradilan adat, dan (4) kriteria penetapan sangsi adat yaitu singer atau denda dalam keputusan sidang adat. Dari keempat hal tersebut diatas, diantaranya merupakan tindak lanjut dari amanat PERDA Nomor 16 Tahun 2008 sebagaimana telah diatur pada Pasal 31,   yang mewajibkan untuk menyusun “Prosedur dan tata cara penyelesaian sengketa oleh Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat pada tingkat Desa/Kelurahan dan tingkat Kecamatan, ditetapkan oleh Dewan Adat Dayak Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan memperhatikan masukan dari Damang Kepala Adat” (Draft dokumen tersebut saat ini telah disiapkan dan telah disampaikan pada para damang saat Napak Tilas Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 2014 lalu).
Terkait dengan permasalah di atas dan memperhatikan tuntutan hidup masyarakat adat suku Dayak khususnya, maka tidaklah berlebihan dan tidak keliru jika Hukum Adat Dayak produk Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 (HADAT 1894), disepakati dan disimpulkan bahwa “Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) Sebagai Dasar Hukum Adat Dayak”.

Adil Ka’Talino Ba’Curamin Ka’Saruga Basengat Ka’Jubata..

Sumber : Diolah dari Bab I Buku Melihat Kembali 96 Pasal Hukum Adat dan Praktiknya Dalam Kehidupan Masyarakat Adat Dayak


Betang Sebuah Karya Arsitektur Dayak Kalimantan Tengah

   
 Betang adalah rumah tinggal permanen yang pernah dikembangkan pada masa lalu di kalangan Dayak Kalimantan Tengah. Berdasarkan data arkeologis, tidak banyak banyak sisa-sisa arsitektur betang yang bisa kita jadikan referensi tentang arsitektur tradisional yang hanya ada di Kalimantan Tengah. Rumah besar sejenis memang ada di beberapa wilayah di Kalimantan Indonesia maupun di Sarawak dan Sabah. Di luar Indonesia dikenal dengan nama lami (long house). Di Sarawak ada lamin yang paling besar yaitu Ulu Ai, sedangkan di Kalimantan Timur, lamin mancong di Danau Jempang dan beberapa di pedalam Kalimantan Barat. Ditinjau dari segi bentuk, gaya maupun variasi antara betang dan lamin, terdapat perbedaan yang cukup mendasar.
Arsitektur betang di Kalimantan Tengah diperkirakan mulai dikenal sekitar abad ke 17-18. Kelompok etnis yang mengembangkan seni arsitektur tersebut adalah orang Ngaju – Ot Danum. Penentuan tersebut berdasarkan tinggalan arkeologi sebagai data pendukung serta kajian terntang berbagai aspek budaya kelompok etnis tersebut. betang yang masih dapat ditempati hanya terdapat di Tumbang Gagu (Kabupaten Kotawaringin Timur), di Tumbang Malahoi (Kabupaten Gunung Mas), di Tumbang Korik (Kabupaten Gunung Mas), di Desa Konut (Kabupaten Murung Raya). Sedangkan yang berupa reruntuhan terdapat di Desa Tumbang Anoi, Kabupaten Gunung Mas.
Rumah tinggal betang dibangun oleh beberapa kepala keluarga, biasanya orang bersaudara atau paling tidak mereka memiliki ikatan pertalian darah. Bangunan rumah ini permanen dan sangat kokoh, terbuat dari bahan kayu yang sangat kuat sehingga mampu dipergunakan hingga beberapa generasi. Bangunan ditopang oleh tiang-tiang besar dan tinggi lantai dari permukaan tanah rata-rata 3 (tiga) sampai 4 (meter). Bentuk dasar persegi panjang, dibangun memanjang menurut aliran sungai menghadap ke arah matahari terbit. Tiang, tongkat penopang lantai, rangka lantai dan papan lantai menggunakan kayu kuat dan tahan lama, yaitu kayu ulin. Tinggi dinding 2 ½ meter hingga 3 meter terbuat dari papan kayu kuat atau kulit kayu jenis tertentu. Rangka atap dari jenis kayu kuat ataupun ulin, berbentuk balok-balok yang lebih besar dibandingkan dengan rumah biasa. Ukuran bahan diupayakan tidak disambung kecuali pada bagian-bagian tertentu. Pemasangan bahan bangunan tidak menggunakan paku, hanya dilekatkan dengan pasak atau pun rotan. Bentuk atap berbentuk pelana dan ditutupi dengan sirap dari kayu ulin. Pintu masuk hanya satu dan langsung menuju ruang khusus yang berfungsi sebagai ruang tamu. Di bagian dalam terdapat gang/ lorong memanjang yang mengubungkan setiap kamar dan berakhir menuju pintu belakang ke arah dapur. Bangunan dapur terletak di belakang bangunan utama yang dihubungkan oleh pelataran terbuka. Bangunan utama dipisahkan dengan dapur kecuali kasus betang Tumbang Malahoi, dengan bangunan dapur menempel di sisi kiri dan kanan bangunan utama.

Pintu masuk hanya satu dan tangga khusus untuk memudahkan penghuni naik turun. Tangga biasanya bertingkat terbuat dari log kayu ulin yang ditakik-takik. Di bagian depan bangunan utama tidak terdapat beranda seperti lamin (long-house) di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Sarawak, Sabah dan beberapa betang di aliran Sungai Barito.
Menurut kebiasaan apabila bangunan utama telah berdiri, maka masing-masing pemilik menyelesaikan bagian-bagian yang belum belum tuntas. Keadaan seperti ini dibuktikan dengan adanya bagian bangunan yang tidak lengkap dan pengerjaannya tidak seragam.

Sistem vemtilasi keseluruhan bangunan sangat kurang, hanya satu buah jendela untuk masing-masing kamar dan satu pintu untuk keluar masuk dari gang/ lorong di bagian dalam. Betang terbesar di Kalimantan Tengah dan masih ditempati oleh beberapa kepala keluarga hanya tersisa satu buah yaitu Betang Antang Kalang di Tumbang Gagu di tepi sungai kecil yang bernama Sungai Kalang, pedalaman Kabupaten Kotawaringin Timur. Sedangkan betang Tumbang Malahoi lebih kecil dan terdapat penyimpangan dalam meletakkan bagian dapur. Betang Tumbang Malahoi lebih kecil lagi karena beberapa bagian bangunan telah dibongkar. Betang Konut di Kabupaten Murung Raya, gaya arsitekturnya mewakili betang di Sungai Barito dan mendekati gaya bangunan lamin di Kalimantan Timur, Kalimantan Barat dan Sarawak.Berdasarkan data yang ada, penggunaan ornamen pada bangunan betang di Kalimantan Tengah hampir tidak pernah dijumpai.

Sumber : Dicuplik dari Tulisan Bapak Drs. Kiwok D. Rampai