Sesuai amanat yang tertuang dalam Perda Provinsi
Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di
Kalimantan Tengah, secara jelas ditegaskan
maksud dan tujuan dari keberadaannya sebagaimana dalam pasal 2 ayat (1) dan (2)
sebagai berikut :
(1)
Maksud
pengaturan Kelembagaan Adat Dayak dalam Peraturan Daerah ini adalah untuk
mendorong upaya pemberdayaan Lembaga Adat Dayak agar mampu membangun karakter
Masyarakat Adat Dayak melalui upaya pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan
adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan menegakkan hukum adat dalam
masyarakat demi mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat
setempat, menunjang kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan dan kelangsungan
pembangunan serta meningkatkan Ketahanan Nasional dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(2)
Tujuannya adalah
agar upaya pemberdayaan Lembaga Adat Dayak mampu mendorong, menunjang dan
meningkatkan partisipasi Masyarakat Adat Dayak guna kelancaran penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan masyarakat di daerah,
terutama di desa/kelurahan sehingga Masyarakat Adat Dayak setempat merasa
dihargai secara utuh sehingga terpanggil untuk turut serta bertanggung jawab
atas rasa keadilan, kesejahteraan dan kedamaian hidup masyarakat dan
lingkungannya.
Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 telah melahirkan kesepakatan,
diantaranya Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah, yang terdiri dari 96 Pasal.
Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 tersebut, disepakati dalam rapat MADN/DAD
bulan April 2014 sebagai Dasar segala Hukum Adat Dayak, dan disingkat HADAT
1894, karena ditulis dan dibukukan berdasarkan hasil perumusan dan kesepakatan
seluruh perwakilan Suku Dayak dari seluruh pulau Borneo. Hukum Adat Dayak
Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) tersebut, bukan berarti meniadakan keberadaan
Hukum Adat Dayak lainnya, baik yang telah
tertulis maupun yang belum tertulis, tetapi justru menjadi kekuatan
hukum dan memberi jaminan bagi seluruh Hukum-Hukum Adat Dayak untuk
disempurnakan, dilengkapi atau dipadu-serasikan dengan pasal/ayat dalam Hukum
Adat lainnya, dan untuk diberlakukan dengan konsekuen. Keberadaan Hukum Adat
Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) beserta turunannya, bagaimanapun harus
mendapat pengakuan dari Negara dan Pemerintah, karena hukum Negara atau Hukum
Positif pasti bersumber dari keberadaan Hukum Adat.
Dalam perkembangannya, HADAT 1894 tersebut belum banyak diketahui oleh
generasi Dayak berikutnya, karena keterbatasan ketersediaan penggandaan buku
HADAT 1894 tersebut, keterbatasan publikasi dan kurangnya sosialisasi.
Oleh karena itu, sesuai dengan roh PERDA
Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak
di Kalimantan Tengah, maka HADAT 1894 sangat perlu dan harus dipublikasikan
secara luas hingga ke tingkat Internasional, agar keberadaan Hukum Adat Dayak
yang telah disusun setengah abad sebelum Indonesia merdeka, menjadi fakta
sejarah sangat berharga bahwa suku Dayak mengedepankan adat istiadat sebagai
aturan dan ketentuan hidup bermasyarakat. Pelanggaran terhadap adat-istiadat
dan aturan hidup bermasyarakat yang diformulasi menjadi Hukum Adat tersebut,
betul-betul dijadikan Panglima dalam penyelesaian konflik dan proses perdamaian
yang terkait dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai masyarakat adat Dayak.
Memperhatikan bahwa pelaksanaan tatacara dan narasi dalam prosesi
pelaksanaan Hukum Adat untuk kasus yang berbeda hanya mengandalkan pengetahuan,
pengalaman dan ingatan, serta sangat tergantung kepada kemampuan individu para
tokoh-tokoh tua atau generasi yang secara alami memiliki talenta, maka saatnya
seluruh Kelembagaan Adat Dayak yang ada (termasuk MB-AHK) untuk bersinergi,
menyusun dan menyepakati suatu pedoman khusus tentang pelaksanaan Hukum Adat,
yaitu (1) tingkatan kelembagaan adat dalam penyelesaian permasalahan adat, (2) prosedur dan tahapan pelayanan Hak-hak
Adat, (3) prosedur dan tahapan pelaksanaan sidang atau peradilan adat, dan (4)
kriteria penetapan sangsi adat yaitu singer
atau denda dalam keputusan sidang adat. Dari keempat hal tersebut diatas,
diantaranya merupakan tindak lanjut dari amanat PERDA Nomor 16 Tahun 2008
sebagaimana telah diatur pada Pasal 31,
yang mewajibkan untuk menyusun “Prosedur dan tata cara penyelesaian
sengketa oleh Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat pada tingkat Desa/Kelurahan
dan tingkat Kecamatan, ditetapkan oleh Dewan Adat Dayak Provinsi dan Kabupaten/Kota
dengan memperhatikan masukan dari Damang Kepala Adat” (Draft dokumen tersebut
saat ini telah disiapkan dan telah disampaikan pada para damang saat Napak
Tilas Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 2014 lalu).
Terkait dengan permasalah di atas dan memperhatikan tuntutan hidup
masyarakat adat suku Dayak khususnya, maka tidaklah berlebihan dan tidak keliru
jika Hukum Adat Dayak produk Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 (HADAT 1894), disepakati
dan disimpulkan bahwa “Hukum Adat Dayak
Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) Sebagai Dasar Hukum Adat Dayak”.
Adil Ka’Talino
Ba’Curamin Ka’Saruga Basengat Ka’Jubata..
Sumber
: Diolah dari Bab I Buku Melihat Kembali 96 Pasal Hukum Adat dan Praktiknya Dalam Kehidupan Masyarakat Adat Dayak
wiih ada hukum adat dayak yaa :)
BalasHapusPaket Wisata Lombok
Mutiara Lombok
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapusmin boleh minta rekomendasi tempat membeli atau soft file dari HADAT1894
BalasHapus