KEARIFAN LOKAL

“Menuju DAD Yang Modern Dan Mandiri Dengan Spirit Kearifan Lokal Dalam Bingkai NKRI" : Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata"(Adil Terhadap Sesama, Hidup Baik Pada Jalan Kebenaran, Taat Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa)

Jumat, 17 April 2015

HADAT 1894 DASAR HUKUM ADAT DAYAK

Sesuai amanat yang tertuang dalam Perda Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, secara jelas ditegaskan maksud dan tujuan dari keberadaannya sebagaimana dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) sebagai berikut :

(1)   Maksud pengaturan Kelembagaan Adat Dayak dalam Peraturan Daerah ini adalah untuk mendorong upaya pemberdayaan Lembaga Adat Dayak agar mampu membangun karakter Masyarakat Adat Dayak melalui upaya pelestarian, pengembangan dan pemberdayaan adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan menegakkan hukum adat  dalam  masyarakat demi mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, menunjang kelancaran penyelenggaraan Pemerintahan dan kelangsungan pembangunan serta meningkatkan Ketahanan Nasional dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia.
(2)   Tujuannya adalah agar upaya pemberdayaan Lembaga Adat Dayak mampu mendorong, menunjang dan meningkatkan partisipasi Masyarakat Adat Dayak guna kelancaran penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan masyarakat di daerah, terutama di desa/kelurahan sehingga Masyarakat Adat Dayak setempat merasa dihargai secara utuh sehingga terpanggil untuk turut serta bertanggung jawab atas rasa keadilan, kesejahteraan dan kedamaian hidup masyarakat dan lingkungannya.

Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 telah melahirkan kesepakatan, diantaranya Hukum Adat Dayak Kalimantan Tengah, yang terdiri dari 96 Pasal. Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 tersebut, disepakati dalam rapat MADN/DAD bulan April 2014 sebagai Dasar segala Hukum Adat Dayak, dan disingkat HADAT 1894, karena ditulis dan dibukukan berdasarkan hasil perumusan dan kesepakatan seluruh perwakilan Suku Dayak dari seluruh pulau Borneo. Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) tersebut, bukan berarti meniadakan keberadaan Hukum Adat Dayak lainnya, baik yang telah  tertulis maupun yang belum tertulis, tetapi justru menjadi kekuatan hukum dan memberi jaminan bagi seluruh Hukum-Hukum Adat Dayak untuk disempurnakan, dilengkapi atau dipadu-serasikan dengan pasal/ayat dalam Hukum Adat lainnya, dan untuk diberlakukan dengan konsekuen. Keberadaan Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) beserta turunannya, bagaimanapun harus mendapat pengakuan dari Negara dan Pemerintah, karena hukum Negara atau Hukum Positif pasti bersumber dari keberadaan Hukum Adat.

 Dalam perkembangannya, HADAT 1894 tersebut belum banyak diketahui oleh generasi Dayak berikutnya, karena keterbatasan ketersediaan penggandaan buku HADAT 1894 tersebut, keterbatasan publikasi dan kurangnya sosialisasi. Oleh  karena itu, sesuai dengan roh PERDA Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 16 Tahun 2008 tentang Kelembagaan Adat Dayak di Kalimantan Tengah, maka HADAT 1894 sangat perlu dan harus dipublikasikan secara luas hingga ke tingkat Internasional, agar keberadaan Hukum Adat Dayak yang telah disusun setengah abad sebelum Indonesia merdeka, menjadi fakta sejarah sangat berharga bahwa suku Dayak mengedepankan adat istiadat sebagai aturan dan ketentuan hidup bermasyarakat. Pelanggaran terhadap adat-istiadat dan aturan hidup bermasyarakat yang diformulasi menjadi Hukum Adat tersebut, betul-betul dijadikan Panglima dalam penyelesaian konflik dan proses perdamaian yang terkait dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab sebagai masyarakat adat Dayak.
Memperhatikan bahwa pelaksanaan tatacara dan narasi dalam prosesi pelaksanaan Hukum Adat untuk kasus yang berbeda hanya mengandalkan pengetahuan, pengalaman dan ingatan, serta sangat tergantung kepada kemampuan individu para tokoh-tokoh tua atau generasi yang secara alami memiliki talenta, maka saatnya seluruh Kelembagaan Adat Dayak yang ada (termasuk MB-AHK) untuk bersinergi, menyusun dan menyepakati suatu pedoman khusus tentang pelaksanaan Hukum Adat, yaitu (1) tingkatan kelembagaan adat dalam penyelesaian permasalahan adat,  (2) prosedur dan tahapan pelayanan Hak-hak Adat, (3) prosedur dan tahapan pelaksanaan sidang atau peradilan adat, dan (4) kriteria penetapan sangsi adat yaitu singer atau denda dalam keputusan sidang adat. Dari keempat hal tersebut diatas, diantaranya merupakan tindak lanjut dari amanat PERDA Nomor 16 Tahun 2008 sebagaimana telah diatur pada Pasal 31,   yang mewajibkan untuk menyusun “Prosedur dan tata cara penyelesaian sengketa oleh Kerapatan Mantir/Let Perdamaian Adat pada tingkat Desa/Kelurahan dan tingkat Kecamatan, ditetapkan oleh Dewan Adat Dayak Provinsi dan Kabupaten/Kota dengan memperhatikan masukan dari Damang Kepala Adat” (Draft dokumen tersebut saat ini telah disiapkan dan telah disampaikan pada para damang saat Napak Tilas Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 2014 lalu).
Terkait dengan permasalah di atas dan memperhatikan tuntutan hidup masyarakat adat suku Dayak khususnya, maka tidaklah berlebihan dan tidak keliru jika Hukum Adat Dayak produk Pakat Damai Tumbang Anoi Tahun 1894 (HADAT 1894), disepakati dan disimpulkan bahwa “Hukum Adat Dayak Tumbang Anoi 1894 (HADAT 1894) Sebagai Dasar Hukum Adat Dayak”.

Adil Ka’Talino Ba’Curamin Ka’Saruga Basengat Ka’Jubata..

Sumber : Diolah dari Bab I Buku Melihat Kembali 96 Pasal Hukum Adat dan Praktiknya Dalam Kehidupan Masyarakat Adat Dayak


3 komentar:

  1. Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.

    BalasHapus
  2. min boleh minta rekomendasi tempat membeli atau soft file dari HADAT1894

    BalasHapus