Meninjau
kembali pola penanganan kabut asap yang menggunakan pola sewa pesawat bom air
dan hujan buatan, tetapi bagaimana lebih mengedepankan pola kearifan local dengan
memperhatikan ketersediaan air tanah yang cukup
banyak di lokasi-lokasi yang terbakar, dengan dukungan penuh dari pemerintah
dan pelaku-pelaku usaha, disarankan untuk segera membuat sumur bor sebanyak
mungkin di wilayah-wilayah yang terbakar dengan harapan air tanah tersebut akan
membajiri kawasan gambut yang terbakar, sehingga proses pemadaman dapat
berjalan secara efektif dan efisien.
DAD mengharapkan agar pemerintah daerah baik
provinsi/kabupaten/kota dapat bekerjasama dengan insan pers baik local dan
nasional di Provinsi Kalimantan Tengah untuk bersama-sama menggerakkan segenap energi
yang dimiliki agar dapat memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada pemerintah
pusat dan masyarakat Indonesia secara menyeluruh bahwa Provinsi Kalimantan
Tengah saat ini sangat membutuhkan bantuan tanggap darurat dari pemerintah
pusat.
Hal yang tak kalah pentingnya DAD mengingat agar
seluruh komponen masyarakat tidak apatis tetapi aktif bersama pemerintah,
sebagaimana peribahasa DAyak Ngaju : “Munu
Laok Timbas Kambues”, arti bahwa Kita harus memiliki kepekaan dan segera
bersikap jika melihat tindakan yang dapat merugikan orang banyak. Jangan hanya
berteriak setelah terjadinya permasalahan.
Lebih lanjut sebagai ungkapan syukur atas turunnya
Hujan yang mulai membasahi Bumi Kalimantan Tengah pada hari Selasa, 6 Oktober
2015, DAD Provinsi bersama CIMTROP, Unkrip dan AMAN serta lembaga pemerhati
lingkungan lainnya bergerak cepat untuk segera mensosialisasikan Pola
Penanganan Kebakaran Hutan dan Lahan berbasis pencegahan dengan memperhatikan kearifan
local. Kurang lebih 2 hari (6-7 oktober) mempersiapkan konsep tersebut, maka
pada tanggal 8 Oktober 2015 bertempat di Betang HAPAKAT dilaksanakan Rapat
Sosialisasi Program Kalteng Nantilang Asep (KANA). Nantilang Asep
adalah bahasa Dayak yang berarti identik dengan “Mencegah Asap”.
Asap yang dimaksud berasal dari kejadian kebakaran hutan/lahan”.
Memperhatikan Hasil Rapat Dalam Rangka Penanggulan dan Pencegahan Kabut
Asap Akibat Kebakaran Hutan dan Lahan Berbasis Kearifan Lokal, pada tanggal 8
Oktober 2015 tersebut, telah disepakati beberapa hal penting untuk menjadi
perhatian bersama baik Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah dan Seluruh Komponen
Masyarakat sebagai berikut :
Setelah berulang-ulang setiap musim kemarau dalam kurun waktu 18 tahun sejak 1997, kami menderita akibat
menghirup kabut asap, maka dengan ini
kami masyarakat Kalimantan Tengah
menyatakan sbb.:
a.
Bencana kebakaran hutan dan lahan/pekarangan yang menghasilkan kabut
asap pekat, bukanlah bencana alam, tetapi merupakan konsekwensi dari tindakan salah manusia dalam pengelolaan Sumber Daya
Alam yang tidak memperhatikan daya dukung lingkungan dan keseimbangan ekosistem.
b. Bencana ini sangat mungkin ditiadakan, bila semua elemen masyarakat dan pemerintah berkomitmen tinggi memprioritaskan penyelesaian akar masalah
penyebab kebakaran, bukan menangani akibat.
Berdasarkan hal di atas kami menolak:
1. Pola penanganan bencana kebakaran yang
tidak efesien, tidak efektif, dan hanya memposisikan masyarakat sebagai
penonton, seperti : program hujan buatan, penyewaan pesawat (Helikopter Kamov
dan Beriev BE-200 Rusia).
2. Menolak kebijakan dan semua produk
perundang-undangan yang tidak berpihak pada masyarakat sebagaimana amanat UU
Dasar 1945.
Agar tidak terjadi lagi Bencana Kabut Asap di masa mendatang, kami
mendesak Pemerintah untuk melakukan
hal-hal berikut:
1. Agar mendukung
pelaksanaan Program Kalimantan Nantilang Asep (KANA) yang kami pertimbangkan
efesien, efektif dan melibatkan tanggung-jawab penuh masyarakat (masyarakat tidak lagi menjadi penonton).
2. Meningkatkan
kesadar-tahuan, pengetahuan, kepedulian, tanggung-jawab masyarakat tentang
bahaya asap dan pentingnya lingkungan lestari. Sebagaimana peribahasa Dayak yaitu : “Munu
Laok Timbas Kambues”, arti bahwa Kita harus memiliki kepekaan dan segera
bersikap jika melihat tindakan yang dapat merugikan orang banyak. Jangan hanya
berteriak setelah terjadinya permasalahan.
3. Meninjau
kembali dan merevisi peraturan perundangan-undangan tentang pengelolaan SDA
yang tidak relevan dengan kebutuhan dan masalah yang ada di Kalimantan Tengah,
misalnya perundangan-undangan yang dapat mengkriminalisasi masyarakat
dalam keterlibatan masyarakat dan masyarakat hukum adat baik dalam pemberdayaan
serta penanganan Gambut serta kearifan lokal yang dimiliki masyarakat.
4. Menetapkan
peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan SDA seperti: Perda/Pergub di
tingkat Provinsi, Kabupaten dan Kota yang berorientasi pada partisipasi,
kesejahteraan masyarakat dan kelestarian alam.
5. Melakukan Perlindungan,
Pemeliharaan dan pemulihan
ekosistem hutan dan lahan terutama hutan rawa gambut pada fungsi alaminya.
6. Mengakui
dan melindungi Hak-Hak Adat Masyarakat
dalam pemanfaatan Sumber Daya Alam, termasuk hutan dan lahan.
7. Penegakan
hukum terhadap pelaku pembakar lahan dan
hutan dengan memberlakukan baik Hukum Negara maupun Hukum Adat secara adil tanpa pilih kasih.
Semoga melalui Rapat Bersama ini, bisa membuka
mata hati dan kepedulian dari pemerintah baik pusat dan daerah agar betul-betul
consent dalam upaya penanggulangan asap. Pola pikir proyek dalam menangani
berbagai kebijakan sudah sepatutnya ditinggalkan, karena akan lebih murah
mencegah dibandingkan mengatasi. Yang tentunya lebih memberikan kemanfaatan
yang luar biasa bagi masyarakat akan kehidupan yang lebih aman dan sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar