Dalam rangka kunjungan
peserta Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Reguler angkatan III
Lemhanas RI, dalam agenda yang telah ditetapkan telah melakukan pertemuan
dengan Majelis Adat Dayak Nasional dan Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan
Tengah (10/8/2015). Rombongan yang dipimpin oleh Marsdya TNI Beng Tardjani
bersama dengan 36 peserta SSDN diterima oleh Pengurus MADN dan DAD Provinsi di
Betang Hapakat Jl. RTA Milono Km. 3,5 Palangka Raya. Dalam pertemuan yang
dipimpin oleh Deputi Presiden MADN (Prof. Ahim Rusan) didampingi oleh Ketua DAD
Provinsi dan dihadiri oleh pengurus inti MADN dan DAD Provinsi Kalteng. Deputi
Presiden MADN dalam pertemuan tersebut menyambut baik dan mengucapkan selamat
datang di Bumi Tambun Bungai Kalimantan Tengah dan selamat datang di Betang
Hapakat yang merupakan Sekretariat bersama MADN/DAD dan beberapa lembaga adat
Dayak di Kalimantan Tengah. Dalam kesempatan tersebut, pimpinan rombongan
Marsdya TNI Beng Tardjani, berkesempatan menyampaikan maksud dan tujuan dari
kehadiran rombongan untuk berdialog dengan kelembagaan adat di Kalimantan
Tengah sebagai upaya untuk mengali informasi dan menyerap aspirasi di daerah.
Melalui pertemuan ini diharapkan dapat dilakukan sharing mengenai berbagai
permasalahan yang dihadapi terutama berkaitan dengan kearifan local dan adat
istiadat di Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam pertemuan tersebut diperkenalkan
pula latar belakang dari masing-masing peserta SSDN baik dari TNI, Polri,
Kementerian, Kadin, Pemprov dan perwakilan dari Myanmar dan Srilangka.
Dalam kesempatan tersebut, lebih lanjut MADN
dan DAD memberikan paparan dengan metode Lesson
Learn yaitu metode “memberikan Pengetahuan yang diperoleh melalui
pengalaman, jika dibagi dapat bermanfaat bagi pihak lain”. Metode ini diberikan
guna memberikan masukan dan bahan yang bersifat aplikatif bagi para kader-kader
pemimpin bangsa dan daerah agar lebih peka terhadap kondisi bangsa. Metode itu
dipandang tepat karena dapat memberikan
gambaran yang lebih luas dan kaya yang dihasilkan dari efek implementasi
project.
Dari paparan yang disampaikan MADN melalui
Deputi Presiden MADN, ditegaskan beberapa hal berkenaan dengan Pokok-Pokok Aspirasi dan Persoalan Masyarakat
Adat Dayak, baik di bidang Perkebunan, Pertanahan, Kehutanan, Pertambangan
maupun infrastruktur. Dimana dari beberapa analisa terhadap beberapa bidang
tersebut disampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain :
1. Bahwa telah terjadi
ketidakjelasan hukum/aturan mengenai lokasi kebun kemitraan, dan menempatkan
masyarakat Dayak menjadi penonton kegiatan perkebunan ditanah moyangnya, bahkan
lebih miris lagi banyak yang dianggap pencuri buah sawit ditanahnya sendiri;
2. Bahwa patut diduga
dan dikaji dengan mendalam dampak hukum dan ekonominya, pemberian HGU kepada
korporasi dalam luasan yang sangat besar dan dalam waktu lama yaitu 90 tahun,
akan membuat negara tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur faktor-faktor
produksi yang menjadi hajad hidup orang banyak, dalam hal ini tanah;
3. Bahwa perlakuan yang
yang tidak berimbang antara masyarakat adat Dayak dan transmigrasi dalam hal
pertanahan akan dapat menimbukan kecemburuan sosial yang bisa memicu social unrest;
4. Bahwa masyarakat
Dayak belajar, bahwa telah terjadi pelanggaran hukum dalam bidang perkebunan,
pertambangan dan ketidakadilan dalam hal pertanahan, yang dianggap sebagai
pembiaran oleh institusi negara;
5. Bahwa infrastruktur
perekonomian sangat tertinggal di kalimantan sementara SDAnya terus memberi
kontribusi kepada pendapatan negara. Saatnya melihat Dayak dan Kalimantan
sebagai sumber kemakmuran bangsa, karena itu bangunlah infrastruktur
pekenomiannya.
6. Bahwa secara budaya
Dayak hal-hal tersebut sudah menyentuh falsafah dasar hidup masyarakat Adat
Dayak yaitu Beloem Bahadat. Reaksi
kominutas atas hal tersebut harus
menjadi perhatian bersama.
Dalam sesi dialog, banyak hal yang menjadi pertanyaan dari peserta
SSDN, baik berkenaan dengan bagimana mensinergikan antara Hukum Adat dan Hukum
Nasional dalam menyelesaikan berbagai sengketa, Toleransi antar suku, agama dan
lainnya, Bagaimana kelembagaan adat melihat implementasi dari Putusan MK
35/1012 berkenaan dengan Hutan Adat maupun Putusan Bersama 4 Menteri tentang
Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang Berada Dalam Kawasan Hutan, Peran
Kelembagaan Adat dan dasar hukum pembentukannya, keberadaan budaya dan kearifan
local terkhusus berkenaan dengan bahasa dan pakaian tradisional masyarakat adat
Dayak. Dari berbagai pertanyaan tersebut, secara bergiliran disampaikan jawaban
secara komprehensif dari beberapa pengurus MADN mulai dari Sekjend MADN (Ir.
Thampunah Sinseng) yang memberikan penjelasan berkenaan dengan filosofis Betang
yang menjadi dasar tata kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah, kemudian
penjelasan komprehensif berkenaan dengan putusan MK dan peraturan bersama 4
menteri oleh Sekretaris Forum Kelompok Tani Dayak Misik berkenaan dengan
program usulan dari DAD Provinsi untuk menindaklanjuti kebijakan-kebijakan
pusat tersebut. Baik berkenaan dengan kelemahan maupun keuntungan dari
kebijakan tersebut, terlebih berkenaan dengan Program Dayak Misik yang
merupakan program identifikasi dan inventarisasi tanah adat dan hak-hak adat
masyarakat Dayak dalam upaya menjaga dan melindungi potensi dan jaminan hidup
masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah. Demikian halnya melalui Ketua DAD
Provinsi ditegaskan bahwa jauh sebelum kebijakan-kebijakan tersebut DAD
didukung oleh pemerintah provinsi telah mengatur kebijakan yang berkaitan
dengan identifikasi dan inventarisasi tanah adat dan hak-hak adat di atas tanah
(hutan adat) tersebut melalui perda No. 16 Tahun 2008 dan Pergub 13 Tahun 2009
jo. Pergub No. 4 Tahun 2012. Dari beberapa penjelasan tersebut terlihat
ketertarikan dari peserta SSDN untuk mengali lebih jauh berkenaan dengan
program tersebut.
Sementara itu berkenaan dengan jawaban atas pertanyaan lainnya secara
bergilir disampaikan oleh Wakil Ketua DAD (Lukas Tingkes) berkenaan dengan
harmonisasi dan sinergi antara hokum adat dan hukum nasional dalam penyelesaian
berbagai sengketa dengan didasarkan pada hasil kesepakatan tumbang anoi 1894,
penyelesaian tragedi 2001 dan peristiwa bundaran besar yang diselesaikan dengan
ritual Sahiring. Kemudian berkaitan dengan budaya dan kearifan local
melalui sekretaris DAD (Y.Dedy) dan Wakil Sekretaris DAD (Parada LKDR) secara
bergantian menjelaskan tentang keberadaan Pergub 22/2011, keberadaan Bahasa
Dayak yang beraneka ragam yang disatukan
oleh satu bahasa yaitu Bahasa Dayak Ngaju sebagai pemersatu (Ligual Franca) masyarakat
Dayak di Kalteng, dan berbagai ritual adat dan keagamaan secara khusus ritual
agama Hindu Kaharingan.
Dari dialog tersebut, melalui Deputi MADN
disimpulkan hal penting yang patut menjadi perhatian bersama adalah “Majelis
Adat Dayak Nasional (MADN) dan DAD yakin bahwa NKRI adalah sebuah bentuk final
bagi masyarakat Dayak dalam berbangsa dan bernegara. Namun demikian, bukan
berarti tanpa syarat. Syaratnya sederhana saja, yaitu Indonesia dilihat
seutuhnya dan dibangun seadil-adilnya. Aspirasi dan permintaan Masyarakat Adat
Dayak bukan mengada-ada, tapi mempunyai dasar hukum. Mari melihat Dayak dan
Kalimantan sebagai sebuah potensi untuk Indonesia yang lebih baik. Bangunlah
infrastruktur di Kalimantan, Kalimantan tidak akan kemana-mana”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar