KEARIFAN LOKAL

“Menuju DAD Yang Modern Dan Mandiri Dengan Spirit Kearifan Lokal Dalam Bingkai NKRI" : Adil Ka’ Talino, Bacuramin Ka’ Saruga, Basengat Ka’ Jubata"(Adil Terhadap Sesama, Hidup Baik Pada Jalan Kebenaran, Taat Kepada Tuhan Yang Maha Kuasa)

Selasa, 11 Agustus 2015

MADN dan DAD Provinsi Kalimantan Tengah Memberikan Lesson Learned Pada Rombongan SSDN Lemhanas RI

Dalam rangka kunjungan peserta Studi Strategis Dalam Negeri (SSDN) Program Reguler angkatan III Lemhanas RI, dalam agenda yang telah ditetapkan telah melakukan pertemuan dengan Majelis Adat Dayak Nasional dan Dewan Adat Dayak Provinsi Kalimantan Tengah (10/8/2015). Rombongan yang dipimpin oleh Marsdya TNI Beng Tardjani bersama dengan 36 peserta SSDN diterima oleh Pengurus MADN dan DAD Provinsi di Betang Hapakat Jl. RTA Milono Km. 3,5 Palangka Raya. Dalam pertemuan yang dipimpin oleh Deputi Presiden MADN (Prof. Ahim Rusan) didampingi oleh Ketua DAD Provinsi dan dihadiri oleh pengurus inti MADN dan DAD Provinsi Kalteng. Deputi Presiden MADN dalam pertemuan tersebut menyambut baik dan mengucapkan selamat datang di Bumi Tambun Bungai Kalimantan Tengah dan selamat datang di Betang Hapakat yang merupakan Sekretariat bersama MADN/DAD dan beberapa lembaga adat Dayak di Kalimantan Tengah. Dalam kesempatan tersebut, pimpinan rombongan Marsdya TNI Beng Tardjani, berkesempatan menyampaikan maksud dan tujuan dari kehadiran rombongan untuk berdialog dengan kelembagaan adat di Kalimantan Tengah sebagai upaya untuk mengali informasi dan menyerap aspirasi di daerah. Melalui pertemuan ini diharapkan dapat dilakukan sharing mengenai berbagai permasalahan yang dihadapi terutama berkaitan dengan kearifan local dan adat istiadat di Provinsi Kalimantan Tengah. Dalam pertemuan tersebut diperkenalkan pula latar belakang dari masing-masing peserta SSDN baik dari TNI, Polri, Kementerian, Kadin, Pemprov dan perwakilan dari Myanmar dan Srilangka.
Dalam kesempatan tersebut, lebih lanjut MADN dan DAD memberikan paparan dengan metode Lesson Learn yaitu metode “memberikan Pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman, jika dibagi dapat bermanfaat bagi pihak lain”. Metode ini diberikan guna memberikan masukan dan bahan yang bersifat aplikatif bagi para kader-kader pemimpin bangsa dan daerah agar lebih peka terhadap kondisi bangsa. Metode itu dipandang tepat  karena dapat memberikan gambaran yang lebih luas dan kaya yang dihasilkan dari efek implementasi project.
Dari paparan yang disampaikan MADN melalui Deputi Presiden MADN, ditegaskan beberapa hal berkenaan dengan Pokok-Pokok Aspirasi dan Persoalan Masyarakat Adat Dayak, baik di bidang Perkebunan, Pertanahan, Kehutanan, Pertambangan maupun infrastruktur. Dimana dari beberapa analisa terhadap beberapa bidang tersebut disampaikan beberapa hal yang perlu menjadi perhatian antara lain :
1.    Bahwa telah terjadi ketidakjelasan hukum/aturan mengenai lokasi kebun kemitraan, dan menempatkan masyarakat Dayak menjadi penonton kegiatan perkebunan ditanah moyangnya, bahkan lebih miris lagi banyak yang dianggap pencuri buah sawit ditanahnya sendiri;
2.    Bahwa patut diduga dan dikaji dengan mendalam dampak hukum dan ekonominya, pemberian HGU kepada korporasi dalam luasan yang sangat besar dan dalam waktu lama yaitu 90 tahun, akan membuat negara tidak mempunyai kewenangan untuk mengatur faktor-faktor produksi yang menjadi hajad hidup orang banyak, dalam hal ini tanah;
3.    Bahwa perlakuan yang yang tidak berimbang antara masyarakat adat Dayak dan transmigrasi dalam hal pertanahan akan dapat menimbukan kecemburuan sosial yang bisa memicu social unrest;
4.    Bahwa masyarakat Dayak belajar, bahwa telah terjadi pelanggaran hukum dalam bidang perkebunan, pertambangan dan ketidakadilan dalam hal pertanahan, yang dianggap sebagai pembiaran oleh institusi negara;
5.    Bahwa infrastruktur perekonomian sangat tertinggal di kalimantan sementara SDAnya terus memberi kontribusi kepada pendapatan negara. Saatnya melihat Dayak dan Kalimantan sebagai sumber kemakmuran bangsa, karena itu bangunlah infrastruktur pekenomiannya.
6.    Bahwa secara budaya Dayak hal-hal tersebut sudah menyentuh falsafah dasar hidup masyarakat Adat Dayak yaitu Beloem Bahadat.  Reaksi kominutas  atas hal tersebut harus menjadi perhatian bersama.
Dalam sesi dialog, banyak hal yang menjadi pertanyaan dari peserta SSDN, baik berkenaan dengan bagimana mensinergikan antara Hukum Adat dan Hukum Nasional dalam menyelesaikan berbagai sengketa, Toleransi antar suku, agama dan lainnya, Bagaimana kelembagaan adat melihat implementasi dari Putusan MK 35/1012 berkenaan dengan Hutan Adat maupun Putusan Bersama 4 Menteri tentang Tata Cara Penyelesaian Penguasaan Tanah Yang Berada Dalam Kawasan Hutan, Peran Kelembagaan Adat dan dasar hukum pembentukannya, keberadaan budaya dan kearifan local terkhusus berkenaan dengan bahasa dan pakaian tradisional masyarakat adat Dayak. Dari berbagai pertanyaan tersebut, secara bergiliran disampaikan jawaban secara komprehensif dari beberapa pengurus MADN mulai dari Sekjend MADN (Ir. Thampunah Sinseng) yang memberikan penjelasan berkenaan dengan filosofis Betang yang menjadi dasar tata kehidupan masyarakat di Kalimantan Tengah, kemudian penjelasan komprehensif berkenaan dengan putusan MK dan peraturan bersama 4 menteri oleh Sekretaris Forum Kelompok Tani Dayak Misik berkenaan dengan program usulan dari DAD Provinsi untuk menindaklanjuti kebijakan-kebijakan pusat tersebut. Baik berkenaan dengan kelemahan maupun keuntungan dari kebijakan tersebut, terlebih berkenaan dengan Program Dayak Misik yang merupakan program identifikasi dan inventarisasi tanah adat dan hak-hak adat masyarakat Dayak dalam upaya menjaga dan melindungi potensi dan jaminan hidup masyarakat adat Dayak di Kalimantan Tengah. Demikian halnya melalui Ketua DAD Provinsi ditegaskan bahwa jauh sebelum kebijakan-kebijakan tersebut DAD didukung oleh pemerintah provinsi telah mengatur kebijakan yang berkaitan dengan identifikasi dan inventarisasi tanah adat dan hak-hak adat di atas tanah (hutan adat) tersebut melalui perda No. 16 Tahun 2008 dan Pergub 13 Tahun 2009 jo. Pergub No. 4 Tahun 2012. Dari beberapa penjelasan tersebut terlihat ketertarikan dari peserta SSDN untuk mengali lebih jauh berkenaan dengan program tersebut.
Sementara itu berkenaan dengan jawaban atas pertanyaan lainnya secara bergilir disampaikan oleh Wakil Ketua DAD (Lukas Tingkes) berkenaan dengan harmonisasi dan sinergi antara hokum adat dan hukum nasional dalam penyelesaian berbagai sengketa dengan didasarkan pada hasil kesepakatan tumbang anoi 1894, penyelesaian tragedi 2001 dan peristiwa bundaran besar yang diselesaikan dengan ritual Sahiring. Kemudian berkaitan dengan budaya dan kearifan local melalui sekretaris DAD (Y.Dedy) dan Wakil Sekretaris DAD (Parada LKDR) secara bergantian menjelaskan tentang keberadaan Pergub 22/2011, keberadaan Bahasa Dayak yang  beraneka ragam yang disatukan oleh satu bahasa yaitu Bahasa Dayak Ngaju sebagai pemersatu (Ligual Franca) masyarakat Dayak di Kalteng, dan berbagai ritual adat dan keagamaan secara khusus ritual agama Hindu Kaharingan.
 Dari dialog tersebut, melalui Deputi MADN disimpulkan hal penting yang patut menjadi perhatian bersama adalah “Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) dan DAD yakin bahwa NKRI adalah sebuah bentuk final bagi masyarakat Dayak dalam berbangsa dan bernegara. Namun demikian, bukan berarti tanpa syarat. Syaratnya sederhana saja, yaitu Indonesia dilihat seutuhnya dan dibangun seadil-adilnya. Aspirasi dan permintaan Masyarakat Adat Dayak bukan mengada-ada, tapi mempunyai dasar hukum. Mari melihat Dayak dan Kalimantan sebagai sebuah potensi untuk Indonesia yang lebih baik. Bangunlah infrastruktur di Kalimantan, Kalimantan tidak akan kemana-mana”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar