Dewan Adat Dayak (DAD) Kalteng memutuskan akan menyidang adat perusahaan Besar Swasta (PBS) sawit PT Mustika Sembuluh anak perusahaan PT Wilmar Group, yang diduga melakukan perusakan situs budaya adat Dayak. Ketua Umum DAD Kalteng H Agustiar Sabran menegaskan, pekan kedua bulan ini, proses sidang anak perusahaan Wilmar Group tersebut akan digelar. Persidangan dilakukan di Palangka Raya dan akan disaksikan oleh DAD se-Kalimantan, serta petinggi adat se-Pulau Borneo seperti dari Malaysia dan Brunai Darussalam. “Tujuan sidang adat ini untuk damai. Kami ingin mendapatkan win-win solution (hasil yang terbaik bagi kedua pihak, red),” ujar Agustiar ketika berkunjung ke Gedung Biru Kalteng Pos, Jalan Tjilik Riwut Km 2,5, Minggu sore (8/4). Dijelaskan H.Agustiar, sebelum memutuskan untuk menyidang adat PT Mustika Sembuluh, sebelumnya berbagai tahapan telah dilakukan DAD Kalteng. Termasuk juga memberikan kesempatan untuk DAD Kotim, untuk menyelesaikan persoalan dugaan perusakan situs budaya Dayak ini. Sebab, kasus dugaan perusakan ini terjadi di Desa Pondok Damar, Kecamatan Mentaya Hilir Utara, Kabupaten Kotim, awal Februari lalu. “Tentunya, ini ada sebab akibatnya, tapi sudah berproses. Menurut kami ada indikasi (pelanggaran, red). Ini layak dibawa ke sidang adat, sangat bisa dibawa ke sana karena ada indikasinya. Wilmar Group ini perusahaan yang sangat besar. Kami ingin ini jadi contoh,” jelasnya, yang saat itu ditemani oleh para pimpinan DAD Kalteng seperti Lukas Tingkes, Andrie Elia Embang, Wahyudie F Dirun, dan lain-lainnya. Selanjutnya Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) menggelar sidang perdamaian Adat Dayak “Maniring Tuntang Manetes Hinting Bunu” terhadap PT. Mustika Sembuh. Sidang adat bagi anak perusahaan PT Wilmar Group yang dilaksanakan di Betang Eka Tingang Nganderang, di Jalan D. I Panjaitan Kota Palangka Raya, Senin (14/05/2018). Persidangan terhadap PT. Mustika Sembuluh timbul perkara Penyerangan, Pengrusakan Rumah dan Situs Adat Dayak (Bukung /Sapundu) di Desa Pondok Damar Kecamatan Mentaya Hilir Utara Kabupaten Kotawaringin Timur (Kotim). Sidang yang tengah berlangsung di pimpin langsung Majelis Sidang Perdamaian Adat Dayak anggota majelis hakim yang terdiri dari Asbullah, Masidi Adil, Marcos Tuwan, Taufik, dan Wawan Embang. Sebelum sidang tersebut dimulai dibacakan tuntutan oleh 5 orang Pandawa yang terdiri dari Mambang I. Tubil, SH., M.AP, Drs. Untung TR. M. Pd, Dr. H. Suriansyah Murhaini, SH., MH dan Parada LKDR, S. AG., M. Si, dimana acuan yang digunakan adalah pasal-pasal yang didasarkan pada perjanjian Tumbang Anoi. Setelah dibacakan tuntutan dan yang lainnya Saat sidang, terdakwa PT Mustika Sembuluh atau Wilmar Group meminta agar diringankan sanksi adat. “Kami meminta dalam persidangan perdamaian adat ini keringanan sanksi yang ditujukan kepada kami dan melalui mekanisme perdamaian ini kami minta mendapatkan kesepakatan dengan seadil-adilnya,” kata Buatko Antono yang menjabat Senior Manejer PT Mustika Sembuluh. “Majelis Mantir Basarahai melakukan musyawarah mufakat dan sidang ini akan kita lanjutkan kembali untuk mengucapkan pembacaan keputusan,” ujar Marcos. Menanggapi permintaan terdakwa itu, Marcos Tuwan selaku Ketua Pimpinan Majelis sidang Perdamaian Adat menskor sidang selama 30 menit. Meski berjalan lancar, namun proses sidang adat ini tetap mendapat penjagaan dari polisi, anggota Banser Kalteng, Pemuda Adat Dayak,Batamad dan lainnya.
ini sangat menarik
BalasHapusbagus
BalasHapus